RUU Praktik Psikologi, Dukung dan Awasi!

 



Saat ini, badan legislatif DPR RI Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Menteri Hukum dan HAM membahas RUU Praktik Psikologi. Seluruh organisasi psikologi seperti IPK, HIMPSI, dan ILMPI berbondong-bondong penyegeraan disahkannya RUU Praktik Psikologi. Kenapa RUU ini dianggap sangat penting sehingga perlu urgensi dalam pengesahannya?

Dalam pembahasan RUU Praktik Psikologi, diyakini RUU dapat membawa kekuatan terhadap eksistensi profesi psikolog dalam masyarakat dan hukum di Indonesia, kenapa demikian? Karena belum ada peraturan dalam UU mengenai pelayanan psikologi terhadap individu, kelompok, dan organisasi. Psikolog sebagai tenaga kesehatan juga harus mendapatkan kedudukan yang sama seperti profesi kesehatan lainnya. Nah, dengan adanya RUU Praktik Psikologi ini, maka akan tercipta kesetaraan terhadap antar profesi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Nah, dapat disimpulkan bahwa RUU Praktik Psikologi ini menjadi langkah yang besar bagi psikologi Indonesia apabila RUU ini disahkan.

Jika kita lihat masa depan psikologi jika RUU ini disahkan, praktik psikologi akan berada dibawah hukum UU dan memperkuat keberadaan praktik psikologi dan  masyarakat akan lebih mudah mendapatkan layanan kesehatan jiwa.

  

      Tetapi, dalam pembahasan RUU ini, tidak dapat semuanya saya setujui. Contohnya adalah Mensos Tri Rismaharini mengusulkan bahwa profesi psikolog tidak harus didapatkan dari jenjang S2 pada masa krisis seperti pandemi Covid-19. Nah, ini adalah blunder yang harus kita awasi, karena dari pasal 19 ayat (2) mengatur yang dimaksud “psikolog” adalah psikolog yang menempuh peminatan klinis. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 tahun 2017 pasal 17 ayat (1) tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Psikolog Klinis mengatakan hanya psikolog klinis berhak untuk melaksanakan asesmen psikologi klinis, penegakkan diagnosis, perencanaan, evaluasi dan evaluasi intervensi psikologi klinis dan melakukan pencatatan pemberian layanan dalam bentuk rekam psikologis. Nah, jika usulan Mensos kita ini diterima, dapatkah lulusan S1 psikologi mengemban tugas-tugas psikolog klinis tersebt? sudah saya pastikan tidak bisa karena ilmu dan pengalaman antara S1 psikologi dan S2 Profesi Psikologi itu sangatlah berbeda. S1 psikologi dalam bidang tenaga kesehatan hanya bisa menjadi asisten psikologi dan telah melalui uji kompetensi kompetensi dasar profesi psikologi.

Sebagai mahasiswa psikologi, jika saya diberikan amanah untuk mengemban tugas-tugas psikolog, maka saya kurang berpengalaman dengan tugas seorang psikolog. Beberapa materi-materi untuk profesi psikolog medis seperti psikologi klinis, psikologi kesehatan, psikodiagnostik, dan mata kuliah lainnya memang secara garis besar sudah dipelajari pada jenjang S1, tetapi mengenai praktik kerja profesi psikolog belum ada dijumpai dikurikulum jurusan psikologi di perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, profesi psikolog diwajibkan untuk menempuh S2 Profesi Psikolog.

Dengan demikian, mari kita dukung dan awasi pembahasan legislatif RUU Praktik Psikologi demi memajukan psikologi dan masyarakat Indonesia! Terimakasih kepada pembaca blog saya, mohon maaf apabila ada salah kata. Selalu tunggu artikel-artikel berikutnya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mendeteksi Kebohongan di Wajah dan Mata

Fisiognomi Perempuan (Kepribadian berdasarkan bentuk tubuh)